"Dan kepada Akulah ( Allah ) sahaja hendaklah kamu merasa gerun dan takut bukan kepada sesuatu yang lain". ( Surah Al-Baqarah - Ayat 40 )
Selasa, Ogos 23, 2011
Tasawuf dan Sastra
Studi Puisi Sufistik Abdul Wahab Al-Bayati
Tasawuf ( Islamic mysticism ) dan sastra ( adab ) mempunyai keterkaitan yang timbal-balik (mutualisma) 1 . Tasawuf memberikan corak ide tersendiri,sekaligus bertanggung jawab atas warisan besar, berupa sastra baik dalam bahasa Arab maupun bahasa Muslim lainnya. Corak ide tersebut adalah pemujaan kepada Tuhan dan permintaan tolongNya, yang dituangkan oleh para Sufi ke dalam rentetan puisi yang indah dan menyentuh hati 2 .
Sedangkan peranan sastra menyediakan perangkat untuk menyampaikan ide-ide tersebut. Perangkat sastra itu merupakan genre-genre, baik dalam bentuk puisi, prosa, maupun drama.Genre sastra berupa puisi sering digunakan oleh para Sufi dalam menuangkan pemikiran-pemikiran tasawufnya. Seperti Al-Hallaj menuangkan pemikiran Hulul nya melalui medium puisi, “ saya adalah orang yang mencintai dan orang yang mencintai adalah saya, kami adalah dua ruh yang termanifestasikan dalam satu badan, jika kamu melihat kami, maka kamu melihat dia, dan jika malihat dia, maka kamu melihat kami ” 3 .
Para sufi memang tidak menutup kemungkinan, adalah seorang penyair, namun demikian seorang penyair belum tentu seorang sufi, karena mereka hanya menggunakan ide-ide pemikiran tasawuf ke dalam karyanya.
Tasawuf sarat dengan tanda warisan puisi yang tidak dapat dihilangkan. Para sufi tidak hanya menggunakan tema-tema puisi seperti kekasih yang hilang, mabuk anggur, atau binasa ( fana ) cinta terhadapkekasih sebagai ekspresi ide dan rasa yang tergantung dengan puisi. Namun mereka memanfaatkannya untuk penghalusan tema, hasrat, emosi dan diksi di dalam puisi, yang sebelumnya tema-tema itu di dalam tasawuf merupakan aspek integral perasaan tasawuf 4 .
Mutualisma tasawuf dan puisi terkait dengan keberadaan puisi Arab lama. Permulaan puisi Arab lama atau puisi Arab klasik konvensional praIslam, sering juga disebut dengan qasidah mencakup beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut adalah nasib ( erotic introduction ), madih ( panegyric ), hija( defamation ), fakhr ( vainglory ), ritha ( elegy ) 5 . Kritikus sastra abadpertengahan menyatakan bahwa keterkaitan tasawuf dan puisi didasari oleh tiga pokok utama, pertama nasib atau mengingat ( dzikr, rememberance ) terhadap kekasih, kedua perjalanan (Contohnya: perjalanan haji), ketiga kesombongan ( Fakhr ). Pokok utama yang pertama dapat dipahami terbentuknya puisi tasawuf. Sebab, nasib memulai dengan mengingat kekasih(atau sesuatu yang dicintai) hilang. Sedangkan, mengingat ditunjukkanmelalui simbol-simbol tertentu, seperti mengingat runtuhnya puing-puing ( dzikr al-atlal ), imajinasi penyair kepada kekasih yang menghilang, danhubungan rahasia antara penyair dan kekasihnya 6 .
Mengingat ( dzikr, rememberance ) di dalam unsur nasib merupakansumber utama baik di dalam puisi itu sendiri, maupun di dalam tasawuf. Nasib yang digambarkan, digunakan dan ditransformasikan ke dalam sastra tasawuf memiliki unsur-unsur, pertama, pernyataan menyalahkan kekasih yang hilang karena perubahan bentuk dan perasaan ( ahwal ) secara berkelanjutan. Kedua, tingkatan ( station,maqomat ) perjalanan kekasih yang menjauh dari penyair, ketiga, imajinasi kesenangan dan ketenangan menimbulkan kenangan kepada kekasihnya di tempat reruntuhan kampungnya yang terisolasi. Imajinasi itu mendasari hasil kerja seni,sehingga gambaran kekasih seperti taman yang hilang 7 .
Unsur-unsur di atas menggambarkan hubungan antara sastra (baca: puisi) dan tasawuf. Station ( maqomat ) sebagai perjalanan kekasih ibarat maqomat , perjalanan seorang sufi kepada Tuhan yang dicintai. Perubahan dan keadaan kekasih ibarat perubahan “keanggunan” Tuhan dan perubahankeadaan spiritual seorang sufi. Dzikr juga membimbing seorang penyair menjauh dari kekasih, beralih dzikr yang membimbingnya ke jalan sufi (Sufiway) melalui sang kekasih 8 .
Dzikr 9 menjadi sarana untuk menuju tujuan yang jauh di tempat yang tinggi, sehingga terjadi apa yang disebut dengan ahwal dan merasa kesenangan bersama Tuhan. selanjutnya, memperoleh nasut Nya dengan harapan bahwa tujuan telah dekat dan memperoleh kebahagiaan. Dengan keadaan seperti ini Tuhan terlihat berdzikir kepada mereka, seperti mereka berdzikir kepadaNya. Jika tidak ada dzikirNya kepada mereka, mereka belum memenuhi dzikir kepadaNya 10 .
Seperti puisi mengenai dzikir di bawah ini.
IngatMu untukku adalah keindahan yang menjelma
Menjanjikanku anugerah dariMu
Bagaimana aku melupakanMu, wahai pemanjang harapan
Engkau selalu bersemayam di pelupuk mata
Puisi tasawuf ( mystical poetry ) muncul dari salah satu dari genre-genre qasida , yaitu nasib . Kemudian puisi tasawuf ini mengalami perubahan-perubahan seiringa dengan pergantian masa. Perubahan itu ditunjukkan setelah masa Islam, sehingga keberadaan puisi tasawuf tersebut menjadi karya seni dari beberapa seni puisi Arab yang mempunyai kemandirian, pertimbangan, dan pemahamannya sendiri 11 .
Sebagai karya seni yang mandiri, puisi tasawuf kaya dengan kiasan, tamsil atau perumpamaan,sehingga memunculkan lesikografi simbol tersendiri dalam sejarah Islam 12 . Karya puisi mempunyai peran penting untuk menguatkan perasaan cinta kepada Tuhan, bahkan sarana menuju keadaan ekstasi ( syatahat ) 13
Dari tasawuf juga, muncul himpunan penyair yang mengekspresikan Tuhan sebagai keindahan dan cinta yang mutlak yang tertuang di dalam karyanya, dan tidak hanya memunculkan para ahli mistik. Misalnya, agama Kristen mempunyai penyair mistik, John of The Cross yang setara dengan Jalaluddin Rumi, Fariduddin Al-Attar dan penyair mistik lainnya 14 . Dengan demikian tasawuf dan puisi mempunyai jalinan yang saling menguntungkan.Di sisi lain, keterjalinan tersebut adalah penggunaan ekspresi ide-ide yang mungkin dianggap aneh, seperti penggunaan huruf q pada awal kata qarb yang berarti dekat, sekaligus awal huruf dari kata qof yang berarti gunung. Gunung mistik yang mengelilingi dunia dan tempat burung mistik simurgh atau anqo ( phoenix ) bersinggah. Penggunaan ide itu dimaksudkan untuk menyampaikan sebuah makna terdalam kepada pembaca 15 . Sama halnya dengan puisi Arab modern menggunakan ide-ide tasawuf untuk memberikan makna yang lain kepada masyarakat, karena perkembangan kehidupan modern ditandai oleh kehidupan tanpa puisi, dengan kata lain jauh dari nilai-nilai humanistik. Ide-ide tasawuf juga mengkritik kehidupan modern yang mengagung-agungkan matrealisme di atas kehidupan spiritual.
Para penyair diuntungkan dengan penggunaan ide-ide tasawuf, mereka dapat menghindarkan diri dari pernyataan langsung dan menambahkan kesegaran di dalam puisinya. Ide-ide tasawuf sangat dominan dalam mengeksplorasi makna-makna yang simbolik, sedangkan sastra sendiri(baca: puisi) mempunyai ciri kebahasaannya yang memerlukan penafsiran tertentu, bahasanya adalah bahasa kedua. Jadi para penyair mudah memadukan ide-ide tasawuf dalam puisinya.
Beberapa contoh penyair Arab modern adalah Khalil Gibran (1883-1931) 16 seorang penyair mahjaris 17 dari Lebanon, dia menggunakan ide, citra dan simbol tasawuf untuk memprotes kejumudan (kebekuan) masyarakat muslim tradisional. Misalnya puisinya yang berjudul Sang Nabi ( The Prophet ) memuat simbol tasawuf di dalam spiritnya, bait puisinya: People ofOrphalese, beauty is life when life unveils her holy face, but you are life andyou are the veil (masyarakat orfalese, indah adalah hidup ketika tidak menutupi wajah sucinya, tapi kamu hidup dan tertutup) 18
Mikhail Nuayma (1889-1988) 19 penyair mahjaris dari Lebanon juga, dia pernah menulis sosok penyair di dalam puisinya yang berjudul Al-Ghirbal ( The Sieve ), yang digambarkan dengan ide, citra dan simbol tasawuf,demikian baitnya:
What is a poet? A poet is a prophet, a philosopher, a painter, a musician,and
a priest in one. He is prophet because he can see with his spirituality eye
what cannot be seen by other mortal. A painter because he is capable of
moulding what he can see and hear in beautiful forms of verbal imagery, a
musician because he can hear harmony where we can find discordant noise. .
. Lastly a poet is a priest because he serves the goddes of truth and beauty 20
Apa itu penyair? Penyair adalah Nabi, filosof, pelukis, musisi dan kyaisekaligus. Dia seorang Nabi, karena dapat melihat dengan mata spiritual yangtidak dapat dilihat oleh makhluk lain, seorang pelukis, karena dia mampumembentuk apa yang dilihat dan melihat dengan keindahan imajinatif, seorang musisi, karena dia dapat mendengar harmoni, ketika kita berada disuasana kegaduhan. Akhirnya seorang penyair adalah kyai, karena diamelayani kebenaran dan keindahan ilahiyyah.
Kehidupan Al-Hallaj (858-922) menjadi sorotan besar para penyair modern, seperti Adonis (Ali Ahmad Said) (1930- ) 21 dari Lebanon.Penulis muda sosialis Salah Abdul Sabur (1931- ) 22 berasal dari Mesir,juga menulis tentang Al-Hallaj yang berjudul Tragedy of Halaj ( Masat Al-Hallaj ), dan aspek yang menarik dari hasil kerjanya adalah kehebatannyamenyoroti sisi sosial melalui pesan-pesan Al-Hallaj 23 .
Demikian juga dengan Adul Wahab Al-Bayati (1926- ) yangakan diteliti karya puisinya, dia adalah penyair dari negeri Iraq, alumnus Akademi Pelatihan Guru di Baghdad pada usia 24 tahun, dia mengambil jurusan Bahasa Arab. Pada tahun 1950, dia mengakhiri karir guru, kemudianmempublikasikan bunga ramapai pertamanya, yang berjudul Malaika waSayatin (malaikat dan setan) 24 .
Al-Bayati mangekspresikan karyapuisinya menggunakan simbol-simbol dari para tokoh sejarah dunia atau sebuah tempat, termasuk juga unsur-unsur tasawuf yang sangat
mendominasi dalam gaya bahasanya ( uslub ), sehingga karya-karyanya kadang-kadang sulit dipahami 25 . Misalnya dalam unsur tasawuf, dia menulispuisi tentang sepak-terjang tokoh tasawuf Al-Hallaj 26 . Tulisannya mengenaiAl-Hallaj berjudul Qira’at Kitab Al-Tawasin Li Al-Hallaj (Membaca KitabTawasin karya Al-Hallaj), bait puisinya sebagai berikut.
Satu setelah yang lain, tangan-tangan diangkat si depan wajah otoriter
tapi pedang-pedang penguasa
memotong satu setelah yang lain di setiap tempat
Mengapa Tuhanku tidak kau angkat tangan keluasan?
Revolusi kaum papa
dicuri oleh pencuri-pencuri revolusi di setiap zaman
Zappata adalah contoh dan seratus nama yang lain Mengapa ya Tuhanku, Al-Hallaj digantung? 27
Dalam puisinya yang lain berjudul Ain al-Syams ( eye of the sun ), Al-Bayati mengungkapkan hubungan percintaan antara Ibn Al-Arabi (1156-1240M) dengan kekasihnya Al-Nizam. Al-Bayati menulis puisi tersebut denganmenggunakan tehnik simbolisme, yaitu simbol sufistik, seperti kijang yangdisimbolkan sebagai rahasia Tuhan dan cahaya merupakan simbol Tuhan 28 . Sedangkan puisinya sebagai berikut.
Tuan, perindu, budak
Cahaya, awan
Qutb dan murid
Dan pemilik keagungan
Berkata kepadaku menunjukkanku setelah kijang mrnyingkapkanku
Tapi aku mengejarnya lari di bawah cahaya di kota-kota dalam
Orang asing memburunya, dia di tanah lapang kota yang hilang
Menjadikan kulitnya rebab dan senar kecapi
Ini aku lari, pohan-pohon berdaun di malam hari
Nightingale angin menangis
Perindu sungai Barada yang memukau 29
Tuan tergantung di atas tembok
Simbol sufistik memiliki kekhasan sendiri, karena muatan wacananya secara keseluruhan meliputi, baik pemikiran, istilah-istilah maupun para tokohnya. Muatan-muatan tersebut digunakan para penyair untuk menghidupkan karyanya, supaya memuat makna-makna tertentu. Simbol baik di dalam sufistik maupun sastra tidak mengartikan teks dengan arti sebenarnya, lebih-lebih sufistik selalu memandang segala sesuatu dari sisibatiniyyah (esoteris), yang tidak tampak daripada sisi dohiriyyah (eksoteris),yang tampak. Para penyair sufi juga beranggapan bahwa pisi merupakansimbol-simbol kebenaran dan keindahan jiwa manusia.
Penyair Abdul Wahab Al-Bayati mempunyai pandangan multi-budaya,dikarenakan interaksinya dengan budaya-budaya lain, sehingga dapat memecahkan ketertutupan yang mengitarinya. Sebagai buktinya, Dia telahmelanglang buana ke manca negara dalam perjalanan intelektualnya. Dengan demikian, penyair Iraq ini diperkirakan juga menyerap pemikiran sufistiksebagai salah satu budi daya manusia, kemudian memanfaatkan simbol-simbolnya di dalam karya-karya puisinya. Annamarie Schimmel, penelititasawuf, membuktikan penggunaan simbol sufistik yang dimanfaatkan oleh l-Bayati, seperti simbol tokoh sufistik, Al-Hallaj. Dia memuat pembuktiannya
di dalam kompilasi antologinya yang berjudul Al-Halladsh, Martyrer der Gottes
Leibe . Menurutnya tokoh Al-Hallaj juga dijadikan simbol oleh para penyair Arab modern lainnya seperti, Adonis, Salah Abdul Sabur, dengan karya dramanya yang berjudul Masat Al-Hallaj
Al-Bayati memanfaatkan simbol-simbol sufistik di dalam karya puisinya untuk mengungkapkan idealisma yang menyatakan bahwa kemenanganselalu diikuti oleh onak duri kehidupan yang menyakitkan dan perjuanganpanjang yang tulus. Simbol-simbol sufistiknya meliputi berbagai wacanasufistik, tokoh-tokoh, pemikiran dan istilah-istilahnyaAl-Bayati menjelaskan tentang kehidupan sufi syahid ( martyr ) Abu mughits Al-Husain bin Mansur Al-Hallaj, secara mini-ephic di dalam puisinya serimg disebut dengan Al-Hallaj. Dia menulis puisi berjudul Azab Al-Hallaj
(Derita Al-Hallaj), jelas memberikan kesan secara simbolistik mengenai sekelumit kepahlawanan sang sufi. Kata azab di atas yang berarti penderitaan, mengisyaratkan kehidupannya yang dipenuhi oleh duka nestapa yang disebabkan oleh konsep dan pemikirannya yang kontroversial. Selain itu, visi politik Al-Hallaj yang menganjurkan pemerintahan bersih ( clean governance ), berbeda dengan visi pemerintahan pada waktu itu dan gagasan itu membahayakan kebijakan sang khalifah (pemimpin) 35 .
Al-Hallaj lahir di daerah Fars, wilayah Iran dekat Teluk, pada tahun 858
H. Bapaknya seorang penenun kapas ( hallaj ), sedangkan kakeknya adalah
seorang majusi, bernama Muhmiy penduduk Baidoi di Fars. Al-Hallaj tumbuh
dewasa di Wasit dan menetap di Tustar, kemudian pergi belajar tasawuf di
Baghdad, dia berguru dengan Al-Junaid bin Muhammad, Abu Husain Al-Nurry,
Amr Al-Malikiy, dan tokoh-tokoh sufi lainnya 36 .
Murid adalah seseorang yang menginginkan kebijaksanaan dan pencari
Tuhan ( The Reality One ) di bawah petunjuk seorang Mursyid ( spiritual guide ).
Murid mengisyaratkan awal perjalanan sufistik Al-Hallaj dalam mencari Tuhan.
Penggambaran Al-Bayati di dalam puisinya sebagai berikut.
Kau jatuh dalam kegelapan dan kekosongan
jiwamu terpeciki cat
kau mium dari sumur-sumur mereka
mabuk menyelimutimu 37
Murid ( novice ) secara semantis berasal dari kata arada , berarti orang
yang menginginkan. Prespektif sufistik, orang yang menerima otoritas dan
petunjuk dari orang yang telah melintasi beberapa maqomat ( station ) dari
perjalanan kesufiannya 38 . Murid juga disebutorang yang menginginkan
murod (yang diingini), yaitu syaikh atau mursyid.
Penggambaran Al-Hallaj yang mengalami kekosongan setelah menempuh kehidupan sebagai murid . Kekosongan itu terisi kembali oleh spirit baru di dalam jiwanya, al-asbagh yang berarti cat membari kesan kuat tentang semangat baru, karena cat menimbulkan warna dalam jiwanya. Mereka dalam puisi di atas dapat dipahami sebagai mursyid yang memiliki sumur, dan Al-Hallaj meminum airnya sampai mengalami mabuk , al-duwar . Kata al-duwar , secara semantis berasal dari kata dara yang berarti berputar, dengan demikian dapat dipahami dengan keadaan mabuk. Seorang yang mengalami mabuk, secara fisik akan merasakantubuhnya berputar-putar. Bahkan puisi itu memperkuat makna mabuk dengan kata syaraba (minum) dalam lariknya syarabta min abarihim , kau minum darisumur-sumur mereka. Al-Hallaj dalam kamu lirik, mengalami mabuk setelahmeminum air sumur mereka. Mabuk disebabkan olh tuntunan dari sang Mursyid yang menunjukkan kepada Murid jalan menuju Tuhan.
Simbol mabuk ( sukr, spiritual intoxication ) berarti merasakan anggurTuhan ( The Wine of Divine Love, Isyq ) yang dituangkan oleh pembawa cangkir ( Saqi ) 39 . Sedangkan simbol saqi adalah orang-orang yang sangatdicintai, sebagaimana seorang Mursyid atau Syaikh toriqoh ( The Master ofSufi Path ), sang pemberi kasih sayang yang menyalurkan arak cinta ( wine of love ) kepada pecinta ( lover ) 40 .
Di samping itu, puisi Al-Bayati juga menggambarkan kondisi seorangMurid yang mengalami sama’ ( spiritual concert ), dengan kata lain, bahwa Murid akan mengalami ekstasi ( wajd ) untuk menemukan Tuhan. Kejadian eksatasi melalui konser musik spiritual yang dibangun oleh seorang sufi untuk membuka pengetahuan dan kesadaran seorang Murid . Gambaran Al-Bayatisebagai berikut.
Kau ketuk pintuku setelah seorang penyanyi tidur
setelah gitar hancur
dari mana aku dan kau dalam Tuhan mencari cahaya
di mana aku mengakhiri dan kau mulai mengakhiri
janji kita hari mahsyar, janganlah kau rusak penutup kalimat angin
di atas air 41
Jika dicermati dari gaya bahasa allussion , puisi di atas mencerminkan gaya bahasa metaphorical allussion , yaitu penggunaan unsur-unsur tertentu yang mendukung maksud puisi dari kontekstual yang diingini. Unsur tersebut adalah penyanyi dan gitar.
Gambaran Murid dengan segala aspeknya, mengisyaratkan posisi awal Al- Hallaj dalam menempuh kehidupan mistikal yang panjang.
Penghancuran ( Fana )
Penghancuran atau fana berarti penghapusan diri, pemutusan atau kematian dari diri melalui hubungan dengan Tuhan. Manusia musnah dari dirinya sendiri, kepunahan batas-batas individu di dalam tingkat penyatuan( union ). Fana merupakan akhir tingkatan mikraj ( ascent ) mennuju Tuhan,ketika perjalanan menuju sang Sumber. Murid akan melalui beberapatingkatan untuk menuju fana , masing-masing tingkatan membawanya dekatdengan tujuan akhirnya. Tingkatan fana mancapai ratusan, bahkan ribuantingkat 42 . Kefanaan Al-Hallaj tergambar jelas dalam puisinya yang berjudulAl-Muhakamat , sebagai berikut
Aku bermimpi bahwa aku bukan perindu dua kata
kami menjadi satu
aku memeluk diriku sendiri
aku memberkahi diriku sendiri, Engkau menyenangkanku
kesedihan dan kesunyianku
nafasku teriakan orang miskin 43
Pengalaman fana adalah subyektifitas Al-Hallaj sendiri, sehingga dia merasa tidak ada yang lain kecuali Tuhan, bahkan dia melupakan jargonnya yang sangat terkenal Ana Al-Haq (Saya adalah Kebenaran), terindikasi dari teks puisi di atas yang menyatakan dua kata . Namun demikian, dua kata tersebut yang menghantarkan Al-Hallaj sebagai syahid di jagat tasawuf.Seperti dalam puisi lainnya.
Aku sampaikan dua kata kepada penguasa
Aku menyebutnya “kamu pengecut” 44
Secara historis, dua kata ini sering dilontarkan oleh Al-Hallaj dalam berbagai kesempatan, seperti pendapat Louis Massignon. Salah satunya adalah pengadilan atas dirinya, ketika Hakim Abu Yusuf bertanya kepadanya,
“siapa kamu?”, “ ana al-haq ”, jawabnya 45 .
Para teolog yang merasa terganggu atas pernyataannya, melancarkan propaganda untuk menyudutkannya. Propaganda tersebut sampai ke telinga Mu’tasim, Khalifah pada waktu itu, dan membuat menteri Ali ikut menyudutkannya juga. Hal tersebut menjadikan Khalifah mengambil keputusan hukum untuk memasukkannya kedalam penjara dan menunggu eksekusi mati 46 .
Pengadilan tersebut menjadi kenyataan dengan mengeksekusi mati Al-Hallaj dengan sangat kejam. Louis Massignon mencatat, setelah ribuancambukan ditimpakan kepadanya, mereka (orang-orang khalifah) memotongkedua tangan dan kakinya secara bergantian, kemudian dinaikkannya ke tiang gantungan, supaya mudah dilihat oleh khalayak, akhirnya kepalanya dipenggal 47 . Sedangkan Al-Bayati memotret kejadian tersebut melalui bait-bait puisi yang berjudul Al-Salb (penyaliban).
Para hakim, saksi dan penjagal menyerbuku
membakar lidahku
menjarah kebunku
meracuni sumurku
mengejar para tamu
kebingunganku, ketakjubanku
bagaimana aku dapat menyalib di atas dinding?
api membunuh manjadikan abu
apakah yang aku dapat? Kau yang menutup pintu
ketandusan dan kesia-siaan
mejaku, makan malam terakhirku dalam pesta hidup
bukalah jendela dan berikan tanganmu untukku 48Al-Salb ( crucifixion ) adalah penggambaran proses fana sebagai jalanmenuju peleburan bertemu dengan Tuhan. Penyaliban atas dirinya adalahkehidupan, sebab dia merasa akan bertemu Tuhannya, seperti senandung puisinya.
Bunuhlah aku wahai para sahabatku
sungguh terbunuhku adalah kehidupanku
kematianku di dalam hidupku
kehidupanku di dalam matiku 49
Penyaliban Al-Hallaj juga diceritakan oleh Ishaq Ibrahim, ketika dia disalib di atas tiang gantungan, dia berteriak,
“oh Tuhanku, kini aku di sini ditempat hasratku dan pandanganku terpesona oleh keagungan-Mu”.
“Tuhanku
aku mengerti Engkau memperlihatkan cinta-Mu secara khusus kepada orang-
orang yang membenci-Mu, jadi bagaimana mungkin Engkau tidak
memeperlihatkan cinta-Mu padaku yang diperlakukan tidak adil karena diri-Mu” 50
Puisi Al-Salb yang menggambarkan penyaliban terhadap Al-Hallaj dapat dianalogikan dengan penyalliban yang dilakukan oleh tentara Pilatuskepada Yesus di Golgota 51 . Dalam tradisi sastra Arab modern, simbolpenyaliban Yesus adalah penggambaran keterasingan ( exile ) di negeri orang,karena dipicu oleh perbedaan visi politik di negeri sendiri. Puisi inimenggambarkan baik citra maupun fakta memilukan yang dialami oleh Al-Halaj.
Pemberontakan Iblis
Al-Bayati juga menulis sebuah puisi yang didasari oleh karya monumental Al-Hallaj, Kitab Al-Tawasin , karya ini merupakan karyamonumental dalam bidang sastra tasawuf. Karya tersebut dikumpulkan olehpara murid Al-Hallaj dan langsung di bawah bimbingan syaikh mereka 52 . KataAl-Tawasin diambil dari gabungan awal ayat dari surat Taha dan awal ayatdari surat Yasin, kedua ayat tersebut tidak memiliki makna yang jelas. Di dalam wacana ilmu tafsir, ayat tersebut sering disebut dengan huruf al-muqoto’ah , dan hanya Tuhan yang paling mengetahui makna dari rangkaianhuruf tersebut.
Kitab Al-Tawasin terdiri atas beberapa bab, bab pertama isinya tentang penghormatan kepada Nabi Muhammad, bab kedua tentang sesuatu yangtakteridentifikasi dan realitas bagian dari kebenaran. Kemudian bab ketiga tentang buku perputaran, bab keempat dan kelima tentang mi’raj Nabi Muhammad. Akhirnya bab keenam azaliy wa iltibas yang membicarakan tentang iblis dan fir’aun 53
Puisi ini membicarakan mengenai kebangkitan ide-ide Al-Hallaj dengan menghadirkan karya monumentalnya. Puisi Al-Bayati berjudul Qiraat fi Kitab l-Tawasin li Al-Hallaj untuk menunjukkan sikap-sikap perlawanan terhadap sebuah kemapaman. Hal ini ditunjukkan oleh puisi ini yang merujuk kepada kitab Al-Tawasin , khususnya pada sub judul al-azaliy wa iltibas , Al-Bayati beranggapan bahwa isi dari sub judul tersebut memuatpemberontakan Iblis. Iblis melakukan pemberontakan lantaran Tuhan
memerintrahkannya bersujud kepada Adam, seperti pernyataan di bawah ini.
Tuhan berkata kepadanya, “sujudlah kepada Adam”
“tidak ada selain Engkau”, jawabnya
Tuhan berkata lagi kepadanya, “kau terlaknat”
“tidak ada selain Engkau”, dengan jawabannya yang sama 54
my deflection is the outcome of Your trancendence, of Your
purity; and my reason is my madness for you. I know none but
You. In between You and I, there none exist, if ought exist, it is I.
Penolakanku adalah hasil dari trasenden dan kesucian-Mu,
alasanku adalah kegilaanku pada-Mu, aku tahu tidak ada selain
Engkau dan Adam tidak ada, hanya ada Engkau. Antara Engaku
dan aku. Tidak ada yang ada, jika memang ada, itulah aku 55
Perlawanan Iblis menunjukkan klaim monoteistik ( monotheistic claim )
dengan menolak sujud kepada Adam, karena hanya Tuhan yang wajib
disujudi, sekaligus totalitas pecinca ( lover ) kepada yang dicintai ( beloved ).
Totalitas tersebut menimbulkan persepsi bahwa tidak ada jalan yang lain
kecuali kepada yang dicintai 56 .
Oleh karena itu, Al-Bayati mengekspresikan sisi perlawanan kaum pinggiran baik secara tekstual simbolik di dalam puisi, seperti puisi di bawah ini.
Pemberontakan kaum papa
dicuri oleh pencuri pemberontakan di setiap masa
dalam hamparan dan hutan masa kecil cintaku
Al-Hallaj temanku di setiap bepergian, kita membagi roti
dan menulis puisi tentang visi orang miskin yang kelaparandi kerajaan bangunan besar 57
Perlawanan ( revolution ) terhadap kekuasaan disimbolkan melalui sikap pengasingan diri ( exile ) dari situasi yang dipenuhi kepalsuan. Hal tersebut,secara sufistik dapat disamakan dengan sikap para zuhud yangmengasingkan diri dari kehidupan borjuistis yang dialami oleh para elit padaawal-awal perkembangan tasawuf. Perlawanan tersebut tampak di dalam baitpuisi di bawah ini.
Dari bawah tugu sang tiran bumi ini
dari bawah abu-abu abad ini
dari belakang, jeruji penjara
aku menangis malam di benua-benua, aku korbankan cintaku
untuk binatang buas yang menunggu di tiap pintu
Genarasi-generasi dan kafilah-kafilah
bangsa-bangsa dan kerajaan-kerajaan
binasa oleh banjir
Salah satu orang, tangan tangan naik di wajah tiran
tapi pedang-pedang sultan
memukul salah satu orang di mana tempat
mengapa, Tuhanku, tidakkah Kau angkat tangan keluasaanmu? 58
Puisi ini juga memuat simbol tokoh revolusioner Meksiko Emiliano Zapata, seperti dalam bait puisi di bawah ini.
“Zapata” contoh dari sekian nama terkenal yang lain
di dalam kamus orang-orang suci lagi syahid
mengapa wahai Tuhanku, Al-Hallaj disalib? 59
Demikian pula simbol tokoh Al-Hallaj yang menggambarkan perjuangan untuk mempertahankan pendiriannya, sekaligus melawankemapaman para elit politik (sultan dan para kroninya). Sedangkan, Emiliano Zapata adalah penggagas revolusi agraris di Meksiko. Revolusinya melibatkan para petani untuk melawan Hacienda yang mengambil tanah mereka. Bahkangerakan revolusioner Zapata sangat mempengaruhi keadaan negara Meksiko sampai sekarang, dia tercatat sebagai revolusioner di abad ke 20 60 .
Simbol Zapata di dalam puisi Qiraat fi Kitab Al-Tawasin li Al-Hallajmemberikan makna persamaan perjungannya dengan perjuangan Al-Hallaj.Mereka berdua sama-sama menyuarakan perlawanan terhadap penguasatiranik. Kematian meraka berakhir tragis, kematian Al-Hallaj telah dijelaskan sebelumnya, sedangkan kematian Zapata ditembak mati melalui penyergapanyang dilakukan oleh tentara Carrancista. Mayatnya dibawa ke Cuautla dan dikebumikan juga di sana 61 .
Kematian keduanya merupakan konsekwensi yang harus ditanggungdari gerakan revolusi. Bait puisi ini menggmbarkan keadaan tersebut,Mengapa Tuhanku Kau angkat tangan ampunan-Mu?, Pencuri-pencuri revoluisi mencuri revoluisi kaum miskindi sepanjang masa, Mengapa Tuhanku Al-Halaj dibunuh? . Akan tetapi, revolusi telah memompa semangat perjuangan, seperti kaum proletar Hallajian, yaitu kaum buruh pabrik
penenunan di Ahwaz yang memberontak penjual budak yang akan membangun kanal-kanal dan dam 62 . Gambarannya seperti bait puisi di bawah ini.
Orang-orang papa mengelilingi Al-Hallaj di sekitar api
Di malam hari, diselimuti rasa demam
Kadang datang dan menghilang di balik dinding 63
Simbol Cinta
Secara sufistik, cinta adalah motivasi kekuatan perwujudan Tuhan terhadap penciptaan-Nya, seperti pernyataan-Nya di dalam Hadist Qudsi, Aku adalah harta yang ersembunyi, Aku mencintai untuk diketahui, makaAku menciptakan makhluq”. Di pihak lain, cinta juga menjadi motivasi pecinta ( muhib ) untuk mengarahkan secara total kepada yang dicintai ( mahbub ),yaitu Tuhan. Cinta kadang-kadang merupakan inti dari spiritual dan daya tarikmenuju penyatuan Tuhan ( God Union ) 64 .
Cinta mempunyai padanan kata, di antaranya hawa ( passion ),mahabbat ( love kindness ) dan isyq . Hawa adalah cinta yang ditimbulkan oleh hasrat-hasrat badaniyyah, mahabbat adalah cinta yang muncul dari hati, kemudian isyq adalah cinta yang hadir dari jiwa, cinta ini memiliki tiga unsur, kejujuran, kemabukan, dan ketiadaan 65 .
Isyq merupakan tingkatan yang lebih tinggi daripada dua tingkatan cinta lainnya. Isyq adalah turunan kata dari kata asyaqoh yang berarti tanaman anggur, ketika angin berhembus menerpanya, tanaman tersebutakan layu dan mati. Cinta yang mendalam dan mambara akan mengeringkan dan membuat tanaman akan menguning. Cinta spiritual dapat merontokkanakar kedirian 66 .
Cinta ini mempunyai dua sisi, sisi juz’I yaitu cinta yang dialamioleh sesama manusia, dan sisi kulliy yaitu cinta yang hanya dimiliki olehTuhan. Persamaan dua sisi itu adalah keberadaan rindu ( syauq ) 67 .
Puisi Al-Bayati yang berjudul An Waddah Al-Yaman wa Al-Hub wa Al-Maut , bukan hanya menggambarkan isyq juz’I , melainkan juga menggambarkan isyq kulliy . Puisi tersebut menggambarkan isyq antaraWaddah Al-Yaman dengan seorang putri raja, yang berakhir di ujungkematian. Waddah Al-Yaman adalah nama sebutan, sedangkan nama aslinya
Abdul Rahman bin Ismail, dia seorang Arab Yaman, tapi di pihak lain, dia
berasal dari Parsi yang diutus ke Yaman sebelum Islam 68 .
Waddah Al-Yaman adalah seorang yang tampan, oleh karena itu dia memperoleh sebutan waddah yang berarti putih ( abyad ). Dia sangat mencintai perempuan Yaman yang bernama Raudoh, seorang anak Khalifah. Karena cintanya kepada Raudoh, dia memujinya melalui puisi-puisi ghazl , sebab dia juga penyair ghazl. Akan tetapi rasa cintanya tidak dapat terwujud, sebab kekasihnya dinikahi oleh orang lain, bernama Al-Walid bin Abdul Malik 69
Sebagai pembanding dari peristiwa di atas, Al-Bayati memasukkan peristiwa percintaan antara Othello dan kekasihnya Desdemona, yang jugaberakhir tragis dengan kematian. Kematian itu dipicu oleh rasa cemburu yang besar dari pihak ketiga. Al-Bayati menyitir percintaan itu dari puisi Pujangga Inggris, William Shakespear dengan judul The Tragedy of Othello, The Moorof Vinice . Adapun puisinya sebagai berikut.
Sebelum hadir di buku-buku
Novel-novel dan puisi-puisi
Othello telah ada
Kala kalajengking-kalajengking pencemburu menggigitnya
Ya Waddah
Sebelum muncul di buku-buku
Othello pembunuh bersimbah darah
Tapi Desdemona
Tak akan mati waktu ini
Inikah kamu yang akan mati 70
Cinta di atas adalah gambaran cinta juz’i yang dialami sesama manusiadan bersifat kemabukan semata, belum mencapai tingkatan fana . Sebaliknya cinta kulliy , yang bersifat kefanaan tergambar di dalam bait puisinya yang diulang-ulang . Aku tidak menemukan kemurnian cinta, tapi aku menemukan Tuhan 71
Cinta sejati adalah cinta yang berasal dari Tuhan, ketika Dia mencintai hamba-Nya, Dia akan melihat kapadat eksistensi pecinta dan membawanyake tingkatan fana , bahkan berlanjut ke tingkatan baqo . Ruzbihan berpendapat bahwa cinta yang berasal dari sang Mahasempurna, maka akan menghasilkancinta yang sempurna juga. Beberapa sufi memperkuatnya bahwa cinta adalahtotalitas atas segala kesempurnaan yang ada di dalam esensi setiap individu dan hanya ditujukan kepada Tuhan 72
Citra Sufistik Perempuan
Al-Bayati menggambarkan mabuk cintanya tidak langsung ditujukankepada Tuhan, akan tetapi melalui simbol perempuan yang bernama Aisyah.Sesuai tehnik perpuisiannya, Aisyah adalah ilustrasi pahlawan, gambarancinta, dan dia selalu hadir di dalam puisi-puisinya.Sisi sufistik, simbol perempuan memiliki tempat khusus, dia menjadi subjek, sekaligus objek kerinduan. Perempuan adalah subjek yang merinduterus-menerus mencari jalan yang menuntunnya kepada sang kekasih, Tuhan, meskipun di tengah jalan muncul berbagai ujian dan gangguan. Padasaat yang sama menjadi objek kerinduan maskulin yang tertinggi dan mulia,perempuan menjadi personifikasi Tuhan yang meliputi ciri-ciri maskulinitasdan feminitas dalam dirinya sendiri 73
Di dalam penggambarannya, Aisyah datang ketika prosesi spiritualtelah mencapai tingkatan cinta, seperti baitnya, Menggadaikan kesucianbajunya utuk anggur, menangis gila untuk cinta, Aisyah bangkit dari bawahrerumputan liar, batu-batu hitam, kijang kuning emas berlari, sedang aku mengikutinya dalam keadaan gila . Bait lain juga menggmbarkan keberadaannya yang sangat berarti, Aku tidak menelanjangi lukaku dalam
keadaan mabuk, jika aku tidak kehilangan Aisyah di warung tujuan . Simbolwarung ( han atau tavern ) menggambarkan hati seorang sufi yang sempurna, yaitu seorang yang telah merealisasikan kesatuan Tuhan dengan rumah sufi.
Yang dimaksud warung adalah alam Tuhan ( alam lahut ) 74
Setelah mengalami prosesi spiritual yang panjang, kerinduan hanyakepada Tuhan yang diwujudkan simbol perempuan, Aisyah. Akhirnya,tumpuan kesempurnaan hati sampai pada tingkatan baqo ( abiding ), bukanhanya fana ( annihilation ). Seperti bait puisi, Aku bertanya-tanya dalam sukr dan sahw tentangmu . Simbol sukr dan sahw adalahsama-sama mabuk, akan tetapi masing-masing memiliki perbedaan. Tingkatan sukr adalah ketiadaan diri dalam mabuk bersama Tuhan yang dicintai, sebaliknya sahw adalahketiadaan diri yang setingkat lebih tinggi daripada tingkatan sukr . Mabuk
sahw tidak sekedar mabuk, mabuk yang dibarengi oleh kedewasaan spiritual ( spiritual maturity ). Sahw ibarat mabuk memakai minuman sorga ( tasnim ) dan sukr ibarat mabuk memakai minuman dunia ( kafur ) 75
Kesimpulan
Abdul Wahab Al-Bayati menggunakan simbol-simbol tasawuf, jugakadang-kadang memasukkan mitologi agama kuno ( asatir al-diniyyah al-
odimah ) di dalam karya puisinya. Simbol tasawuf itu di antaranya, Al-Hallaj,
fana dan cinta. Dia berusaha memunculkan kembali pemikiran-pemikiran tasawuf pada masa modern untuk memperkuat pola pikirnya dalam menjawab tantangan luar yang semakin beragam.
Al-Bayati menggunakan simbol-simbol tasawuf sebagai media untuk melakukan kritik sosial, dia betul-betul menerapkan kritikan, baik secarapemikiran, lewat simbol penyaliban Al-Hallaj dan secara sikap, lewat pengasingan di negara lain. Dia memperhatikan persoalan kemanusiaan(humanistik) juga di dalam puisinya. Di dalam menyoroti persoalan ini, dia memanfaatkan tokoh-tokoh kemanusian di dalam sajarah dunia, sepertiZappata. Pada akhirnya, sikap humanistiknya bertumpu kepada Tuhan. Dia
menjadikan Tuhan sebagai tujuan akhir, dengan begitu karya-karyanya memuat nilai-nilai sufistik.
Sejarah Pembukuan Al-Qur'an
Sejarah Pembukuan Al-Qur'an dapat dibagi menjadi tiga periode :
1. Pembukuan Al-Qur’an pada Masa Nabi Muhammad SAW
2. Pembukuan Al-Qur'an pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
3. Pembukuan Al-Qur'an pada masa Usman bin Affan
1. Pembukuan Al-Qur’an pada Masa Nabi Muhammad SAW
Pembukuan Al Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW masih dalam bentuk ...
Pengumpulan dalam arti penulisan Al-Qur’an yang pertama.
Nabi Muhammad SAW setelah menerima wahyu kemudian mengangkat para Sahabat-Sahabatnya sebagai penulis wahyu Al-Qur'an seperti : Ali bin Abi Tholib, Muawiyah, 'Ubai bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit.
Ketika Wahyu atau Ayat Al-Qur’an turun, Nabi Muhammad SAW kemudian memerintahkan Ali bin Abi Thalib, Muawiyah, 'Ubai bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit.
menuliskannya dan menunjukkan tempat Ayat tersebut dalam Surat Al-Qur’an, sehingga penulisan pada lembar itu membantu penghafalan di dalam hati. Para sahabat juga menuliskan Al-Qur'an yang telah turun di tempat lainnya seperti pada pelepah kurma , lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, dan lain-lain..
Zaid bin Tsabit, menjelaskan : "Kami menyusun Al-Qur'an dihadapan Rasulullah pada kulit binatang."
Pembukuan Al-Qur'an pada masa Nabi Muhammad SAW tidak terkumpul dalam satu mushaf; yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Para ulama telah menyampaikan bahwa segolongan dari mereka, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Muaz bin Jabal, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Mas'ud telah menghafalkan seluruh isi Al-Qur'an di masa Nabi Muhammad SAW. Dan Zaid bin Tsabit adalah orang yang terakhir kali membacakan Al-Qur'an di hadapan Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW. wafat ketika Al-Qur'an telah dihafal dan ditulis dalam mushaf yang tersusun dalam bentuk : Ayat-ayat dan Surat-surat dipisah-pisahkan, atau dibukukan Ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembar secara terpisah dalam tujuh huruf.
Pembukuan Al-Qur'an pada masa ini belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang lengkap. karena Nabi Muhammad SAW masih selalu menunggu turunnya Wahyu berikutnya .Ketika Wahyu turun, para Sahabat dan para Qurra ( pembaca Al-Qur’an ) segera menghafalnya dan para Sahabat segera menulisnya.
Kadang – kadang dalam Wahyu yang turun mengandung Ayat Nasikh dan Mansukh . Terdapat ayat yang menasikh (menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya ( Mansukh ) Bentuk penulisan Al-Qur'an itu tidak menurut tertib urutan turunnya /nuzulnya, tetapi setiap ayat yang turun dituliskan ditempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi Muhammad SAW-
Pengumpulan Qur'an dimasa Nabi ini dinamakan:
a) penghafalan, dan
b) pembukuan yang pertama.
b. Pembukuan Al-Qur'an pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar diangkat menjadi khalifah setelah wafatnya Rasulullah. Ia dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang Arab. Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal Qur'an. Dalam peperangan ini tujuh puluh Qorri ( Sahabat yang hafal Al Qur’an ) gugur. Umar bin Khatab merasa sangat kuatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Qur'an karena dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qorri'.
Abu Bakar menolak usulan itu dan berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi Umar tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan Umar tersebut, kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Sabit, untuk membukukan Al Qur’an. Abu Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Al-Qur'an itu. Zaid bin Sabit melalui tugasnya yang berat ini dengan bersadar pada hafalan yang ada dalam hati para qurra dan catatan yang ada pada para penulis. Kemudian lembaran-lembaran (kumpulan) itu disimpan ditangan Abu Bakar. Setelah ia wafat pada tahun 13 H, lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar dan tetap berada ditangannya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ketangan Hafsah putri Umar. Pada permulaan kekalifahan Usman, Usman memintanya dari tangan Hafsah.
c. Pembukuan Al Qur’an pada masa Usman.bin Affan
Penyebaran Islam bertambah dan para qurra pun tersebar di berbagai wilayah, dan penduduk disetiap wilayah itu mempelajari qira'at (bacaan) dari qari yang dikirim kepada mereka. Cara-cara pembacaan (qiraat) Qur'an yang mereka bawakan berbeda-beda sejalan dengan perbedaan 'huruf ' yang dengannya Al-Qur'an diturunkan. Apabila mereka berkumpul disuatu pertemuan atau disuatu medan peperangan, sebagian mereka merasa heran dengan adanya perbedaan qiraat ini. Terkadang sebagian mereka merasa puas, karena mengetahui bahwa perbedaan-perbedaan itu semuanya disandarkan kepada Rasulullah. Tetapi keadaan demikian bukan berarti tidak akan menyusupkan keraguan kepada generasi baru yang tidak melihat Rasulullah sehingga terjadi pembicaraan bacaan mana yang baku dan mana yang lebih baku. Dan pada gilirannya akan menimbulkan saling bertentangan bila terus tersiar. Bahkan akan menimbulkan permusuhan dan perbuatan dosa. Fitnah yang demikian ini harus segera diselesaikan.
Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Iraq, diantara orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu ialah Huzaifah bin al-Yaman. Ia banyak melihat perbedaan dalam cara-cara membaca Qur'an. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan; tetapi masing-masing memepertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan. Melihat kenyataan demikian Huzaifah segara menghadap Usman dan melaporkan kepadanya apa yang telah dilihatnya. Usman juga memberitahukan kepada Huzaifah bahwa sebagian perbedaan itu pun akan terjadi pada orang-orang yang mengajarkan Qiraat pada anak-anak. Anak-anak itu akan tumbuh, sedang diantara mereka terdapat perbedaan dalam qiraat. Para sahabat amat memprihatinkan kenyataan ini karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Mereka bersepakat untuk menyalin lembaran-lembaran yang pertama yang ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat Islam pada lembaran-lembaran itu dengan bacaan tetap pada satu huruf.
Usman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya) dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya. Kemudian Usman memanggil Zaid bin Sabit , Abdullah bin Zubair, Said bin 'As, dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam. Ketiga orang terakhir ini adalah orang Quraisy, lalu memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, serta memerintahkan pula agar apa yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga orang Quraisy itu ditulis dalam bahasa Quraisy, karena Qur'an turun dengan logat mereka.
Mereka melakukan perintah itu. Setelah mereka selesai menyalinnya menjadi beberapa mushaf, Usman mengembalikan lembaran-lembaran asli itu kepada Hafsah. Kemudian Usman mengirimkan ke setiap wilayah mushaf baru tersebut pada setiap wilayah yaitu masing-masing satu mushaf. Dan ditahannya satu mushaf untuk di Madinah, yaitu mushafnya sendiri yang dikenal dengan nama "mushaf Imam".
Penamaan mushaf itu sesuai dengan apa yang terdapat dalam riwayat-riwayat dimana ia mengatakan: " Bersatulah wahai umat-umat Muhammad, dan tulislah untuk semua orang satu imam (mushaf Qur'an pedoman)." Kemudian ia memerintahkan untuk membakar mushaf yang selain itu. Umatpun menerima perintah dengan patuh, sedang qiraat dengan enam huruf lainnya ditingalkan. Keputusan ini tidak salah, sebab qiraat dengan tujuh huruf itu tidak wajib. Seandainya Rasulullah mewajibkan qiraat dengan tujuh huruf itu semua, tentu setiap huruf harus disampaikan secara mutawatir sehingga menjadi hujjah. Tetapi mereka tidak melakukannya. Ini menunjukkan bahwa qiraat dengan tujuh huruf itu termasuk dalam katergori keringanan. Dan bahwa yang wajib ialah menyampaikan sebagian dari ketujuh huruf tersebut secara mutawatir dan inilah yang terjadi.
Jumlah ayat Al – Qur’an
Sering kita dengar orang-orang menyebutkan bahwa jumlah ayat di dalam al-Qur'an adalah 6.666 (enam ribu, enam ratus, dan enam puluh enam). Jumlah semua ayat Al-Qur'an yang sebenarnya adalah:
Surat:
1-5 ( 7 + 286 + 200 + 176 + 120 ) = 789 ayat
6-10 ( 165 + 206 + 75 + 129 + 109 ) = 684
11-15 ( 123 + 111 + 43 + 52 + 99 ) = 428
16-20 ( 128 + 111 + 110 + 98 + 135 ) = 582
21-25 ( 112 + 78 + 118 + 64 + 77 ) = 449
26-30 ( 227 + 93 + 88 + 69 + 60 ) = 537
31-35 ( 34 + 30 + 73 + 54 + 45 ) = 236
36-40 ( 83 + 182 + 88 + 75 + 85 ) = 513
41-45 ( 54 + 53 + 89 + 59 + 37 ) = 292
46-50 ( 35 + 38 + 29 + 18 + 45 ) = 165
51-55 ( 60 + 49 + 62 + 55 + 78 ) = 304
56-60 ( 96 + 29 + 22 + 24 + 13 ) = 184
61-65 ( 14 + 11 + 11 + 18 + 12 ) = 66
66-70 ( 12 + 30 + 52 + 52 + 44 ) = 190
71-75 ( 28 + 28 + 20 + 56 + 40 ) = 172
76-80 ( 31 + 50 + 40 + 46 + 42 ) = 209
81-85 ( 29 + 19 + 36 + 25 + 22 ) = 131
86-90 ( 17 + 19 + 26 + 30 + 20 ) = 112
91-95 ( 15 + 21 + 11 + 8 + 8 ) = 63
96-100 ( 19 + 5 + 8 + 8 + 11 ) = 51
101-105 ( 11 + 8 + 3 + 9 + 5 ) = 36
106-110 ( 4 + 7 + 3 + 6 + 3 ) = 23
111-114 ( 5 + 4 + 5 + 6 ) = 20
-----------------------------------------------------------
Jumlah seluruhnya = 6,236 ayat
-----------------------------------------------------------
1. Pembukuan Al-Qur’an pada Masa Nabi Muhammad SAW
2. Pembukuan Al-Qur'an pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
3. Pembukuan Al-Qur'an pada masa Usman bin Affan
1. Pembukuan Al-Qur’an pada Masa Nabi Muhammad SAW
Pembukuan Al Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW masih dalam bentuk ...
Pengumpulan dalam arti penulisan Al-Qur’an yang pertama.
Nabi Muhammad SAW setelah menerima wahyu kemudian mengangkat para Sahabat-Sahabatnya sebagai penulis wahyu Al-Qur'an seperti : Ali bin Abi Tholib, Muawiyah, 'Ubai bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit.
Ketika Wahyu atau Ayat Al-Qur’an turun, Nabi Muhammad SAW kemudian memerintahkan Ali bin Abi Thalib, Muawiyah, 'Ubai bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit.
menuliskannya dan menunjukkan tempat Ayat tersebut dalam Surat Al-Qur’an, sehingga penulisan pada lembar itu membantu penghafalan di dalam hati. Para sahabat juga menuliskan Al-Qur'an yang telah turun di tempat lainnya seperti pada pelepah kurma , lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, dan lain-lain..
Zaid bin Tsabit, menjelaskan : "Kami menyusun Al-Qur'an dihadapan Rasulullah pada kulit binatang."
Pembukuan Al-Qur'an pada masa Nabi Muhammad SAW tidak terkumpul dalam satu mushaf; yang ada pada seseorang belum tentu dimiliki orang lain. Para ulama telah menyampaikan bahwa segolongan dari mereka, di antaranya Ali bin Abi Thalib, Muaz bin Jabal, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Mas'ud telah menghafalkan seluruh isi Al-Qur'an di masa Nabi Muhammad SAW. Dan Zaid bin Tsabit adalah orang yang terakhir kali membacakan Al-Qur'an di hadapan Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW. wafat ketika Al-Qur'an telah dihafal dan ditulis dalam mushaf yang tersusun dalam bentuk : Ayat-ayat dan Surat-surat dipisah-pisahkan, atau dibukukan Ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembar secara terpisah dalam tujuh huruf.
Pembukuan Al-Qur'an pada masa ini belum dikumpulkan dalam satu mushaf yang lengkap. karena Nabi Muhammad SAW masih selalu menunggu turunnya Wahyu berikutnya .Ketika Wahyu turun, para Sahabat dan para Qurra ( pembaca Al-Qur’an ) segera menghafalnya dan para Sahabat segera menulisnya.
Kadang – kadang dalam Wahyu yang turun mengandung Ayat Nasikh dan Mansukh . Terdapat ayat yang menasikh (menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumnya ( Mansukh ) Bentuk penulisan Al-Qur'an itu tidak menurut tertib urutan turunnya /nuzulnya, tetapi setiap ayat yang turun dituliskan ditempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi Muhammad SAW-
Pengumpulan Qur'an dimasa Nabi ini dinamakan:
a) penghafalan, dan
b) pembukuan yang pertama.
b. Pembukuan Al-Qur'an pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar diangkat menjadi khalifah setelah wafatnya Rasulullah. Ia dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang Arab. Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal Qur'an. Dalam peperangan ini tujuh puluh Qorri ( Sahabat yang hafal Al Qur’an ) gugur. Umar bin Khatab merasa sangat kuatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Qur'an karena dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qorri'.
Abu Bakar menolak usulan itu dan berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi Umar tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan Umar tersebut, kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Sabit, untuk membukukan Al Qur’an. Abu Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Al-Qur'an itu. Zaid bin Sabit melalui tugasnya yang berat ini dengan bersadar pada hafalan yang ada dalam hati para qurra dan catatan yang ada pada para penulis. Kemudian lembaran-lembaran (kumpulan) itu disimpan ditangan Abu Bakar. Setelah ia wafat pada tahun 13 H, lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar dan tetap berada ditangannya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ketangan Hafsah putri Umar. Pada permulaan kekalifahan Usman, Usman memintanya dari tangan Hafsah.
c. Pembukuan Al Qur’an pada masa Usman.bin Affan
Penyebaran Islam bertambah dan para qurra pun tersebar di berbagai wilayah, dan penduduk disetiap wilayah itu mempelajari qira'at (bacaan) dari qari yang dikirim kepada mereka. Cara-cara pembacaan (qiraat) Qur'an yang mereka bawakan berbeda-beda sejalan dengan perbedaan 'huruf ' yang dengannya Al-Qur'an diturunkan. Apabila mereka berkumpul disuatu pertemuan atau disuatu medan peperangan, sebagian mereka merasa heran dengan adanya perbedaan qiraat ini. Terkadang sebagian mereka merasa puas, karena mengetahui bahwa perbedaan-perbedaan itu semuanya disandarkan kepada Rasulullah. Tetapi keadaan demikian bukan berarti tidak akan menyusupkan keraguan kepada generasi baru yang tidak melihat Rasulullah sehingga terjadi pembicaraan bacaan mana yang baku dan mana yang lebih baku. Dan pada gilirannya akan menimbulkan saling bertentangan bila terus tersiar. Bahkan akan menimbulkan permusuhan dan perbuatan dosa. Fitnah yang demikian ini harus segera diselesaikan.
Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Iraq, diantara orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu ialah Huzaifah bin al-Yaman. Ia banyak melihat perbedaan dalam cara-cara membaca Qur'an. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan; tetapi masing-masing memepertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan. Melihat kenyataan demikian Huzaifah segara menghadap Usman dan melaporkan kepadanya apa yang telah dilihatnya. Usman juga memberitahukan kepada Huzaifah bahwa sebagian perbedaan itu pun akan terjadi pada orang-orang yang mengajarkan Qiraat pada anak-anak. Anak-anak itu akan tumbuh, sedang diantara mereka terdapat perbedaan dalam qiraat. Para sahabat amat memprihatinkan kenyataan ini karena takut kalau-kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Mereka bersepakat untuk menyalin lembaran-lembaran yang pertama yang ada pada Abu Bakar dan menyatukan umat Islam pada lembaran-lembaran itu dengan bacaan tetap pada satu huruf.
Usman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya) dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya. Kemudian Usman memanggil Zaid bin Sabit , Abdullah bin Zubair, Said bin 'As, dan Abdurrahman bin Haris bin Hisyam. Ketiga orang terakhir ini adalah orang Quraisy, lalu memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, serta memerintahkan pula agar apa yang diperselisihkan Zaid dengan ketiga orang Quraisy itu ditulis dalam bahasa Quraisy, karena Qur'an turun dengan logat mereka.
Mereka melakukan perintah itu. Setelah mereka selesai menyalinnya menjadi beberapa mushaf, Usman mengembalikan lembaran-lembaran asli itu kepada Hafsah. Kemudian Usman mengirimkan ke setiap wilayah mushaf baru tersebut pada setiap wilayah yaitu masing-masing satu mushaf. Dan ditahannya satu mushaf untuk di Madinah, yaitu mushafnya sendiri yang dikenal dengan nama "mushaf Imam".
Penamaan mushaf itu sesuai dengan apa yang terdapat dalam riwayat-riwayat dimana ia mengatakan: " Bersatulah wahai umat-umat Muhammad, dan tulislah untuk semua orang satu imam (mushaf Qur'an pedoman)." Kemudian ia memerintahkan untuk membakar mushaf yang selain itu. Umatpun menerima perintah dengan patuh, sedang qiraat dengan enam huruf lainnya ditingalkan. Keputusan ini tidak salah, sebab qiraat dengan tujuh huruf itu tidak wajib. Seandainya Rasulullah mewajibkan qiraat dengan tujuh huruf itu semua, tentu setiap huruf harus disampaikan secara mutawatir sehingga menjadi hujjah. Tetapi mereka tidak melakukannya. Ini menunjukkan bahwa qiraat dengan tujuh huruf itu termasuk dalam katergori keringanan. Dan bahwa yang wajib ialah menyampaikan sebagian dari ketujuh huruf tersebut secara mutawatir dan inilah yang terjadi.
Jumlah ayat Al – Qur’an
Sering kita dengar orang-orang menyebutkan bahwa jumlah ayat di dalam al-Qur'an adalah 6.666 (enam ribu, enam ratus, dan enam puluh enam). Jumlah semua ayat Al-Qur'an yang sebenarnya adalah:
Surat:
1-5 ( 7 + 286 + 200 + 176 + 120 ) = 789 ayat
6-10 ( 165 + 206 + 75 + 129 + 109 ) = 684
11-15 ( 123 + 111 + 43 + 52 + 99 ) = 428
16-20 ( 128 + 111 + 110 + 98 + 135 ) = 582
21-25 ( 112 + 78 + 118 + 64 + 77 ) = 449
26-30 ( 227 + 93 + 88 + 69 + 60 ) = 537
31-35 ( 34 + 30 + 73 + 54 + 45 ) = 236
36-40 ( 83 + 182 + 88 + 75 + 85 ) = 513
41-45 ( 54 + 53 + 89 + 59 + 37 ) = 292
46-50 ( 35 + 38 + 29 + 18 + 45 ) = 165
51-55 ( 60 + 49 + 62 + 55 + 78 ) = 304
56-60 ( 96 + 29 + 22 + 24 + 13 ) = 184
61-65 ( 14 + 11 + 11 + 18 + 12 ) = 66
66-70 ( 12 + 30 + 52 + 52 + 44 ) = 190
71-75 ( 28 + 28 + 20 + 56 + 40 ) = 172
76-80 ( 31 + 50 + 40 + 46 + 42 ) = 209
81-85 ( 29 + 19 + 36 + 25 + 22 ) = 131
86-90 ( 17 + 19 + 26 + 30 + 20 ) = 112
91-95 ( 15 + 21 + 11 + 8 + 8 ) = 63
96-100 ( 19 + 5 + 8 + 8 + 11 ) = 51
101-105 ( 11 + 8 + 3 + 9 + 5 ) = 36
106-110 ( 4 + 7 + 3 + 6 + 3 ) = 23
111-114 ( 5 + 4 + 5 + 6 ) = 20
-----------------------------------------------------------
Jumlah seluruhnya = 6,236 ayat
-----------------------------------------------------------
Mencari Malam 1000 Bulan (Lailatul Qadr)
Salah satu keistimewaan bulan Ramadhan adalah adanya satu malam yang lebih baik daripada 1000 bulan yaitu Lailatul Qadr. Apakah sebenarnya Lailatul Qadar ini? Kapankah datangnya? Apa tanda-tandanya? Mengapa orang mencarinya? Dan apa yang harus dilakukan ketika kita menemuinya?
Tulisan di bawah ini semoga bisa membantu dalam memahami lebih jauh tentang Lailatul Qadar dan bagaimana menyikapinya.
Pengertian
Allah Ta ‘ala berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) saat Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. “ (Al-Qadr: 1-5)
Allah memberitahukan bahwa Dia menurunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar, yaitu malam yang penuh keberkahan. ”Sesungguhnya Kami menurunkannya (alQur’an) pada suatu malam yang diberkahi.” (Ad-Dukhaan:3) Dan malam itu berada di bulan Ramadhan, sebagaimana firman Allah Ta ‘ala: ”Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al- Qur’an. “ (Al-Baqarah: 185).
Ibnu Abbas -radhiallahu ‘anhu- berkata:
“Allah menurunkan Al-Qur’anul Karim keseluruhannya secara sekaligus dari Lauh Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah (langit pertama) pada malam Lailatul Qadar. Kemudian diturunkan secara berangsurangsur kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sesuai dengan konteks berbagai peristiwa selama 23 tahun.”
Malam itu dinamakan Lailatul Qadar karena keagungan nilainya dan keutamaannya di sisi Allah Ta ‘ala. Juga, karena pada saat itu ditentukan ajal, rizki, dan lainnya selama satu tahun, sebagaimana firman Allah: “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (Ad-Dukhaan: 4)
Kemudian, Allah berfirman mengagungkan kedudukan Lailatul Qadar yang Dia khususkan untuk menurunkan Al-Qur’anul Karim: “Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu?” Selanjutnya Allah menjelaskan nilai keutamaan Lailatul Qadar dengan firman-Nya: “Lailatul Qadar itu lebih baik dari pada seribu bulan.“
Beribadah di malam itu dengan ketaatan, shalat, tilawah, dzikir, do’a dsb sama dengan beribadah selama seribu bulan di waktu-waktu lain. Seribu bulan sama dengan 83 tahun 4 bulan.
Lalu Allah memberitahukan keutamaannya yang lain, juga berkahnya yang melimpah dengan banyaknya malaikat yang turun di malam itu, termasuk Jibril ‘alaihis salam. Mereka turun dengan membawa semua perkara, kebaikan maupun keburukan yang merupakan ketentuan dan takdir Allah. Mereka turun dengan perintah dari Allah. Selanjutnya, Allah menambahkan keutamaan malam tersebut dengan firman-Nya: “Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar” (Al- Qadar: 5)
Maksudnya, malam itu adalah malam keselamatan dan kebaikan seluruhnya, tak sedikit pun ada kejelekan di dalamnya, sampai terbit fajar. Di malam itu, para malaikat -termasuk malaikat Jibril – mengucapkan salam kepada orang-orang beriman.
Dalam satu hadits shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan keutamaan melakukan qiyamul lail di malam tersebut. Beliau bersabda: “Barangsiapa melakukan shalat malam pada saat Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. “ (Hadits Muttafaq ‘Alaih)
Adapun maksud qiyamul lail di dalamnya yaitu menghidupkan malam tersebut dengan shalat tarawih, sholat tahajjud, membaca Al-Qur’anul Karim, dzikir, do’a, istighfar dan taubat kepada Allah Ta ‘ala.
Tentang waktunya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari, Muslim) Dan di kesempatan lain beliau bersabda: “Carilah Lailatul Qadar pada (bilangan) ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Yang dimaksud dengan malam-malam ganjil yaitu malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan malam dua puluh sembilan.
Lalu kapan tanggal pasti lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan oleh beliau adalah lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun (Fathul Bari, 4/262-266). Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima, itu semua tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Wallahu a’lam.
Para ulama mengatakan bahwa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar orang bersemangat untuk mencarinya. Hal ini berbeda jika lailatul qadar sudah ditentukan tanggal pastinya, justru nanti malah orang-orang akan bermalas-malasan.
”Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab,”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah)
1. Udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.” (HR Al Baihaqi)
2. Malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.
3. Manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.
4. Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar [yang menyilaukan]. Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, ““Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadlan). Dan tanda-tandanya ialah, pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot.” (HR Muslim)
Lailatul qadar adalah malam yang penuh berkah. Barangsiapa yang terluput dari lailatul qadar, maka dia telah terluput dari seluruh kebaikan. Sungguh merugi seseorang yang luput dari malam tersebut. Seharusnya setiap muslim mencamkan baik-baik sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Tulisan di bawah ini semoga bisa membantu dalam memahami lebih jauh tentang Lailatul Qadar dan bagaimana menyikapinya.
Pengertian Lailatul Qadr
Allah Ta ‘ala berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) saat Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. “ (Al-Qadr: 1-5)Allah memberitahukan bahwa Dia menurunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar, yaitu malam yang penuh keberkahan. ”Sesungguhnya Kami menurunkannya (alQur’an) pada suatu malam yang diberkahi.” (Ad-Dukhaan:3) Dan malam itu berada di bulan Ramadhan, sebagaimana firman Allah Ta ‘ala: ”Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al- Qur’an. “ (Al-Baqarah: 185).
Ibnu Abbas -radhiallahu ‘anhu- berkata:
“Allah menurunkan Al-Qur’anul Karim keseluruhannya secara sekaligus dari Lauh Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah (langit pertama) pada malam Lailatul Qadar. Kemudian diturunkan secara berangsurangsur kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sesuai dengan konteks berbagai peristiwa selama 23 tahun.”
Keistimewaannya
Malam itu dinamakan Lailatul Qadar karena keagungan nilainya dan keutamaannya di sisi Allah Ta ‘ala. Juga, karena pada saat itu ditentukan ajal, rizki, dan lainnya selama satu tahun, sebagaimana firman Allah: “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (Ad-Dukhaan: 4)Kemudian, Allah berfirman mengagungkan kedudukan Lailatul Qadar yang Dia khususkan untuk menurunkan Al-Qur’anul Karim: “Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu?” Selanjutnya Allah menjelaskan nilai keutamaan Lailatul Qadar dengan firman-Nya: “Lailatul Qadar itu lebih baik dari pada seribu bulan.“
Beribadah di malam itu dengan ketaatan, shalat, tilawah, dzikir, do’a dsb sama dengan beribadah selama seribu bulan di waktu-waktu lain. Seribu bulan sama dengan 83 tahun 4 bulan.
Lalu Allah memberitahukan keutamaannya yang lain, juga berkahnya yang melimpah dengan banyaknya malaikat yang turun di malam itu, termasuk Jibril ‘alaihis salam. Mereka turun dengan membawa semua perkara, kebaikan maupun keburukan yang merupakan ketentuan dan takdir Allah. Mereka turun dengan perintah dari Allah. Selanjutnya, Allah menambahkan keutamaan malam tersebut dengan firman-Nya: “Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar” (Al- Qadar: 5)
Maksudnya, malam itu adalah malam keselamatan dan kebaikan seluruhnya, tak sedikit pun ada kejelekan di dalamnya, sampai terbit fajar. Di malam itu, para malaikat -termasuk malaikat Jibril – mengucapkan salam kepada orang-orang beriman.
Dalam satu hadits shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan keutamaan melakukan qiyamul lail di malam tersebut. Beliau bersabda: “Barangsiapa melakukan shalat malam pada saat Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. “ (Hadits Muttafaq ‘Alaih)
Adapun maksud qiyamul lail di dalamnya yaitu menghidupkan malam tersebut dengan shalat tarawih, sholat tahajjud, membaca Al-Qur’anul Karim, dzikir, do’a, istighfar dan taubat kepada Allah Ta ‘ala.
Waktu Terjadinya Lailatul Qadr
Tentang waktunya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari, Muslim) Dan di kesempatan lain beliau bersabda: “Carilah Lailatul Qadar pada (bilangan) ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Yang dimaksud dengan malam-malam ganjil yaitu malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan malam dua puluh sembilan.
Lalu kapan tanggal pasti lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan oleh beliau adalah lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun (Fathul Bari, 4/262-266). Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima, itu semua tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Wallahu a’lam.
Para ulama mengatakan bahwa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar orang bersemangat untuk mencarinya. Hal ini berbeda jika lailatul qadar sudah ditentukan tanggal pastinya, justru nanti malah orang-orang akan bermalas-malasan.
Doa Ketika Menjumpai Lailatul Qadar
”Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab,”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah)Tanda-tanda Lailatul Qadar
1. Udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.” (HR Al Baihaqi)2. Malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.
3. Manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.
4. Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar [yang menyilaukan]. Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, ““Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadlan). Dan tanda-tandanya ialah, pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot.” (HR Muslim)
Bagaimana Menyikapi Lailatul Qadar?
Lailatul qadar adalah malam yang penuh berkah. Barangsiapa yang terluput dari lailatul qadar, maka dia telah terluput dari seluruh kebaikan. Sungguh merugi seseorang yang luput dari malam tersebut. Seharusnya setiap muslim mencamkan baik-baik sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,“Di bulan Ramadhan ini terdapat lailatul qadar yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa diharamkan dari memperoleh kebaikan di dalamnya, maka dia akan luput dari seluruh kebaikan.” (HR. Ahmad 2/385)Semoga bermanfaat.
Langgan:
Catatan (Atom)